“Saya suka satu dari mereka” ucapku sambil menatap ke arah lapangan
basket.
“iya ?, yang mana ?” timpal Dina penasaran, penasaran dengan arah
tatapanku.
“Ardi ?” Nur coba menebak. Satu dari 3 anak ini yang cukup manis.
“Bukan” balasku sambil tetap menatap satu anak yang masih asik bermain
basket.
“Zaky ?” Dina mencoba menebak dengan nama yang memang dulu pernah
berusaha dekat denganku.
“Bukan” aku menggeleng,
tersenyum karena sepertinya mereka tidak bisa menebak dengan tepat.
“Ka’ Edrik, Esra, Wawan ?” Nur masih mencoba tuk menebak
“hahah.., bukaaan, kalian koq masih gak bisa nebak sih saya sukanya ma
siapa, U dont know me so well deh..,” geli dengan tebakan Nur yang dah mulai
ngawur menurutku.
“ooooh, i know, Dayat kan ?” Dina menunjuk ke arahku, tatapannya
seolah yakin dengan tebakannya kali ini. Aku terdiam, tersenyum, dan masih
menatap ke lapangan basket, menatap ke arah Dayat lebih tepatnya. Dayat dengan
postur tubuhnya yang boleh dikata masih imut untuk anak seumuran kelas 3 SMP, tapi
lincahnya tidak usah diragukan, buktinya dia tetap masuk dalam tim basket
sekolah.
“Ya kan ?” Dina kembali bertanya, menuntut jawaban dariku. Sekali lagi
kutersenyum dan mengangguk.
“Cieeeeee....” Nur dan Dina kompak mencolek lenganku dan saya masih tersenyum
menatap ke arah lapangan basket, menyeruput es teh yang sedari tadi dalam hayalanku ingin
menyodorkannya buat Dayat ketika dia
lelah.
Tapi itu sudah 8 tahun yang lalu, percakapan ketika saya masih duduk
di kelas 3 SMP bersama 2 sahabatku. 4 tahun pertama yang saya habiskan untuk
menjadi pengagum rahasia, sebenarnya bukan rahasia sih, dia tau arti senyumku
buat dia seperti apa, kami juga sempat dekat, tapi cuma bentar, dia lebih nyaman
menganggapku sebagai sahabat, sebagai saudara. 4tahun sekelas dengannya,
membuatku tidak bisa memalingkan tatapan dan senyum ini. 4tahun selanjutnya
saya habiskan dengan kesibukan kampus tapi ditanya untuk siapa senyum ini, nama
Dayat masih terlintas, jelas. Sekarang kuliahku menginjak semester akhir,
memang masih ada senyum buat Dayat, tapi senyum itu sudah beda, senyum yang lebih
kepada sahabat, sama dengan arti senyumannya kepadaku.
Tatapan dan senyum yang dulu buat sosok anak imut dilapangan basket itu juga masih ada, hanya saja objek tatapannya sudah berganti, berpaling untuk sosok yang lain, sosok yang tidak ada imutnya sama sekali menurutku, tapi dia lucu, senyum ini bisa mengembang sebagai tawa saat bersamanya, yah saya suka heppy ending.
Tatapan dan senyum yang dulu buat sosok anak imut dilapangan basket itu juga masih ada, hanya saja objek tatapannya sudah berganti, berpaling untuk sosok yang lain, sosok yang tidak ada imutnya sama sekali menurutku, tapi dia lucu, senyum ini bisa mengembang sebagai tawa saat bersamanya, yah saya suka heppy ending.
free music at divine-music.info
Tulisan ini termasuk dalam "permainan
menulis" dengan beberapa teman keren saya, yang sama-sama ingin
belajar menulis, #CeritaBulanMei
2 komentar:
wah wah wah,, kaka, biikin saaya penasaran dengan kelanjutan kisahta,, ckckckck,, lanjutin kaak,, hahaha,, kritik dan saran sy inbox fb yaah,,, lanjutkan kaka ^_^
Ya lil'sis, ^-^
masih mw belajar banyak :D
Posting Komentar